Kilo Watt



Anak lelaki berusia dua-belas tahun itu bernama Kilo Watt. Seluruh tubuhnya dialiri listrik. Sehingga tidak ada yang berani mendekati ataupun menyentuhnya. Semua orang menjauhinya. Menganggapnya sebagai manusia aneh. Tentu saja, mereka punya alasan untuk itu. Mereka tak ingin mati tersengat listrik seperti yang terjadi pada ayah-ibu Kilo Watt.

Kasihan sekali Kilo Watt. Ia dianggap sebagai manusia yang bukan manusia. Padahal ia punya tangan, kaki, wajah, mulut, rambut, dan organ tubuh lainnya, seperti manusia pada umumnya. Hanya karena tubuhnya dialiri listrik, mereka mengucilkannya.

"Aku ingin punya teman. Tapi kenapa mereka menjauhiku?" tanya Kilo Watt pada bibinya. Semenjak ayah-ibunya meninggal, Kilo Watt tinggal bersama paman dan bibinya.

"Apa kau lupa melepas plastik di tubuhmu saat kau bermain dengan mereka?" tanya bibinya.

Kilo Watt menggeleng. Tentu ia tak pernah melepaskan balutan plastik yang menyelimuti tubuhnya, yang membuatnya terlihat seperti mumi. Tentu ia tak ingin teman-temannya mati kesetrum karena ia. Tapi tetap saja, teman-temannya selalu menjauhinya.

"Kalau begitu kau tak perlu berteman dengan mereka," saran bibinya. Terdengar aneh.

"Tapi aku kesepian," protes Kilo Watt.

Bibinya menghela napas panjang. Lantas mengembuskannya seperti memuntahkan bebatuan yang menyesaki dadanya. Ia duduk di sofa, menghadap pada Kilo Watt.

"Lebih baik kau kesepian, daripada kau berteman dengan seorang pengecut."

Kilo Watt mengernyitkan kening. Tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh bibinya.

"Kau tahu, Kilo Watt?" Bibi bersipandang dengan Kilo Watt. Seolah ingin menyampaikan pesan yang sukar dirangkai lewat kata. "Bertemanlah dengan orang pemberani, karena ia takkan meninggalkanmu bila menemui ketakutan."

Kilo Watt tersenyum. Bibinya benar. Ia harus mencari teman yang bisa menerimanya apa adanya. Yang tak takut pada dirinya. Tapi, di mana ia akan menemukannya?

Entahlah. Ia akan mencarinya.

Komentar

Postingan Populer