Masih Basah

(Sumber gambar: 4.bp.blogspot.com)

Ia ingin sekali mengamuk. Ia ingin membantingi satu per satu barang-barang di kamarnya; memecahkan segala macam piring di dapur; bahkan bila perlu meremukkan kursi dan meja di ruang tamu. Namun ia tahu bukan begitu caranya memuaskan hatinya; dan menendang keluar segala perasaan ganjil yang menggumpal dan mendekam tanpa ia tahu bagaimana semua itu bisa ada di sana, di rongga hatinya. 

Sebagai gantinya, berkali-kali ia memukul meja kerjanya seolah hendak meremukkan tangannya sendiri. Hingga tangannya merah berdarah dan ngilu. Namun, tetap saja hatinya gagal lega. Sesuatu yang tidak ia mengerti masih menyumbat napas di dadanya. Membuatnya tersengal seperti orang kena asma. Ia tercekik.

Dengan kegusaran yang kian menjadi-jadi, akhirnya ia pergi ke kamar mandi. Rasa sesak di hati, membuat kepalanya terasa panas. Usai menggaruk-garuk dan mengacak-acak rambutnya seolah hendak mengusir satu koloni kutu, ia lantas membenamkan kepalanya ke bak mandi yang penuh dengan air. Dingin merayap ke pori-pori kepalanya. Rambutnya basah. Wajahnya terasa sejuk seakan ia tengah memakai topeng berbahan air. Ia menahan napas. Namun sesekali udara berembus dari lubang hidungnya, menciptakan gelembung-gelembung yang naik ke permukaan air.

Setelah semenit, ia lantas mengangkat kepalanya. Dengan cepat paru-parunya menarik oksigen. Air meleleh di wajah dan lehernya, menetes turun ke lantai kamar mandi yang mulai berlumut. Ia mengambil handuk, mengeringkan rambut juga wajahnya.

Namun setelah dirasa kering seluruh kepalanya, ia masih mendapati basah yang meleleh di pipi. Ia mengusap wajahnya kembali dengan handuk, mencoba mengeringkannya, namun basah itu terus-menerus muncul. Mengalir bagai sungai. Menetes bagai salju yang mencair. Ia masih terus berusaha. Hingga kulit wajahnya berubah merah dan matanya terasa pedih, karena terlalu lama digosok.

Namun, ... basah itu masih terus mengalir. Masih terus menetes. Tanpa tahu apa sebabnya, maupun cara menghentikannya.

Komentar

Postingan Populer