Menulis itu Merepotkan

Hari ini, banyak sekali saya temukan status-status yang memuat petuah-petuah soal kepenulisan dari para bintang tamu di ulang tahun #KF ketiga hari Minggu lalu. Entah itu berupa sindiran maupun nasihat.

Hal itu cukup membuat mereka yang bercita-cita jadi penulis kembali bergairah dan menemukan sesuatu yang perlu dilakukan kalau masih ingin jadi penulis, yaitu: Membaca dan Pandai-pandailah Berimajinasi.

Namun, yang ingin saya ulas sedikit di sini, adalah mengenai pernyataan M Aan Mansyur yang mengatakan bahwa ia sebenarnya tidak suka menulis. Baginya, menulis merupakan salah satu pekerjaan yang sangat berat. Bagaimana tidak. Untuk menciptakan satu tulisan bagus—agar ia bisa berciuman dengan pacarnya—ia perlu mengeluarkan semua tulisan buruk yang ada di kepalanya. Petuah darinya adalah, writing is rewriting. Menulis adalah menulis ulang. Lebih banyaklah menulis ulang hingga kau kehabisan kata-kata—atau sampai tulisanmu sudah final—tapi usahakan jangan sampai kehabisan kata-kata. Bahkan, katanya, ia menulis ulang karya Pram berjudul Bumi Manusia untuk tahu rasanya menulis novel setebal itu.

Alasan lain kenapa menulis adalah pekerjaan berat—dan ia sedikit heran kenapa banyak orang tiba-tiba ingin jadi penulis—adalah menulis butuh riset, banyak membaca, dan segala macam. Sangat melelahkan. Terlebih risikonya—jadi penulis di negara bernama Indonesia ini—jadi kere. Miskin.

Lalu, apa yang kemudian mendorong M Aan Mansyur untuk menulis adalah karena menulis adalah cara ampuh baginya untuk mengusir kebosanan.

Terakhir, satu petuah yang terdengar asyik dari M Aan Mansyur adalah:

Menulislah seperti Gandhi (di mana semua orang mau jelek atau baik dirangkulnya), namun mengeditlah seperti Hitler (tanpa pandang bulu membunuh orang yang dikiranya sudah tak penting baginya).

Kian menegaskan metode Chekov Gun.

Komentar

Postingan Populer