DIPIKIR SOLUSINYA!



Beberapa hari yang lalu, entah hari apa itu, selepas bersantap sahur saya menonton sebuah sinetron ramadhan: 'PPT edisi 9'. Mungkin kalian pernah menontonnya juga.

Di sana, selalu saja ada hal menarik, dan salah satunya tentang: mikirin masalah atau mikirin solusinya?

Ceritanya di salah satu adegan, di sebuah kafe, si pemilik kafe sedang bercengkerama bersama pak RT dan Pak RW. Kira-kira begini percakapannya:

"Pikirkan solusinya bukan masalahnya," kata si pemilik kafe.

"Lho bukannya untuk mencari solusinya, harus dipikirkan dulu masalahnya," kata pak RT.

Si pemilik kafe tergelak. "Begini ini yang bikin Indonesia ndak maju-maju. Tiap hari kita sibuk mikirin masalahnya, sampai lupa mencari solusinya. Makanya ndak pernah selesai masalah kita, malah bikin pusing."

"Lalu bagaimana, Pak?"

"Ya, cari solusinya. Cari bendahara baru. Kalau bisa yang lebih baik dari sebelumnya."

Kurang-lebih seperti itulah yang saya ingat. Setelah, melihat adegan tersebut saya jadi bertanya-tanya: Apa iya sih?

Maka, demi mendapat jawabannya, saya melakukan pengamatan. Dan, beberapa fakta mendukung adegan tersebut.

Misal, kita ambil dari fenomena macet di kota besar, seperti Jakarta dan (yang kini mulai merambah ke) Surabaya. Seringkali, kita memikirkan betapa memuakkannya kemacetan di jalan raya. Yang membuat waktu tempuh yang harusnya hanya setengah jam menjadi berjam-jam. Juga adanya polusi suara yang amat berisik, dari jeritan klakson kendaraan. Belum lagi, sikap tak mau kalah kita yang cenderung menciptakan kecelakaan.

Kemacetan dan segala kemuakan yang mengiringinya adalah sebuah masalah. Namun, alih-alih kita mencari solusi demi mengatasinya, kita malah sibuk adu paling banter suara klakson; sibuk mengeluh, sambil memijit pelipis yang berdenyut-denyut; sibuk saling terabas. Nah lho!

Tetapi, masih ada yang lebih parah dari (cuma) mikirin masalah tanpa mikirin solusinya, yaitu mereka yang suka menimpakan masalah kepada mereka yang lain.

Ini lebih nyesek!

Sebab, mereka yang suka begito, cenderung sekali melimpahkan masalah kepada mereka yang lain. Padahal mereka juga ndak mau disalah-salahkan.

Misal, si pengendara mobil yang sering mengeluh atas tingkah si pengendara motor yang seenak udelnya sendiri. Dan, si pengendara motor yang cenderung menuduh si pengendara mobil yang bikin jalanan penuh dan sumpek. Bagaimana tidak, lha wong satu mobil untuk satu orang--begitulah kiranya pendapat mereka (si pengendara motor). Yang kasihan juga, adalah pemerintah. Seringkali si pengendara mobil dan motor bersekutu untuk menyalahkan pemerintah yang katanyandak becus.

Akhirnya, akan terjadi saling tuduh, saling salah-salahan, tanpa ada solusi yang muncul.

Dua puluh lima tahun saya hidup, saya belum pernah nemuin masalah yang bisa selesai cuma dengan main salah-salahan. Ciyusss gua! Ndak percaya tho? Oke, ta'kasih bukti.

Saya ambil buktinya dari peristiwa meninggalnya nenek saya, dua tahun yang lalu. Saat itu, menjelang jam 12 malam, nenek saya mengembuskan napas terakhirnya. Saya tidak akan bercerita betapa sedihnya kami sekeluarga, tetapi saya akan menceritakan sebuah peristiwa lucu yang terjadi saat itu.

Ceritanya, setengah jam setelah nenek saya meninggal, saya bersama tetangga mencari dipan demi meletakkan jenazah di ruang tamu, agar para pelayat mendapat akses mudah untuk bertakziah. Alhamdulillah kami dapat. Namun sayangnya, panjang kaki dipan terlalu panjang hingga tidak muat untuk dimasukkan lewat pintu depan. Berkali-kali para tetangga yang mengangkut dipan itu, membolak-balikkannya, dimiring-miring secara vertikal maupun horisontal, dengan harapan bisa muat. Tapi tetap tak bisa masuk. Para tetangga saya mulai ribut menyalahkan si ini-itu yang tidak benar memegangi dipan.

Waktu kejadian itu berlangsung, saya sedang jongkok di dekat mereka, sambil memikirkan bagaimana caranya agar dipan itu bisa masuk. Dan ahaaaay, saya dapat solusinya. Saya bilang ke mereka agar memasukkan dua kaki dipan itu terlebih dahulu dan menggesernya ke tepi pintu, lantas memasukkan seluruh badan dipan dengan menyerong. Bersyukur sekali, ternyata cara itu berhasil menyelesaikan masalah.

Coba bayangkan, kalau mereka sibuk saling salah-salahan, bisa sampai subuh itu dipan masih berada di luar. Kan kasihan nenek saya dong.

Agaknya, peristiwa di atas "mewakili" fenomena yang terjadi di negeri kita ini. Negeri kita ini sedang ditimpa beragam jenis masalah, tapi kok kita malah asyik-asyik bae main salah-salahan. Tiap hari lagi. Apa ndak bosen sampeyan?

Jadi, bagaimana?

Kalian sudah percaya kalau masalah bisa selesai kalau kita mencari solusinya? Wes yakin tho? Paham tho?

Iyaa aja deh!

Di akhir tulisan ini, saya ingin menandaskan sebuah pepatah jalanan (karena saya nemu tulisannya di jalan) yang berbunyi: Negeri kita sedang terluka. Mari kita obati sama-sama.

Komentar

Postingan Populer