Catatan: 14 Juni 2015



Tidak ada yang menduga, dari apa atau dari siapa kau akan mendapat sebuah nasehat.

Dan, aku baru mendapatkannya tadi pagi.

Saat itu aku hendak bepergian. Hari Minggu memang pantas dihabiskan untuk berjalan-jalan.

Dengan tas satu tali yang menggantung di pundak, aku berangkat, menuju trotoar di seberang jalan demi menunggu angkot berwarna hijau lewat.

Hari itu, jalanan tidak ramai dengan kendaraan. Hanya saja mobil dan motor yang melintas, melaju dengan kecepatan tinggi. Seolah berkejaran.

Terlalu beresiko bila menyeberang langsung, tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri. Tanpa memastikan jalanan benar-benar aman, kau bisa tersambar kendaraan-kendaraan yang melaju seperti sekawanan banteng liar.

Aku menunggu. Berdiri di atas trotoar sambil celingukan. Masih belum.

Hingga, datanglah seorang wanita berusia empat-puluh tahunan, berdiri di sampingku. Sepertinya hendak menyeberang.

Aku memerhatikan wanita itu. Dan mendapati bahwa ia sangatlah pendek. Paling tidak, hanya setinggi dadaku. Tidak lebih. Dan aku sempat menganggapnya sebagai salah seorang keturunan kurcaci. 

Namun, setelah aku menurunkan pandangan ke bawah kakinya, aku tertawa geli. Terbahak dalam hati. Aku mendapati diriku sebagai manusia bodoh yang angkuh, karena merasa punya tubuh jauh lebih tinggi dari wanita itu. Tawaku itu lebih kepada ledekan untukku sendiri.

Pasalnya, aku tahu apa yang menyebabkannya terlihat lebih pendek.

Rupanya ia tak berdiri di atas trotoar, melainkan di bawahnya. Di atas aspal. Pantas saja ia terlihat amat pendek olehku, hingga membuatku jumawa karena merasa lebih tinggi. Sebab, tinggi trotoar sekitar lima-belas senti dari aspal.

Itu artinya, tinggi sebenarnya adalah sepundakku.

Ah, ternyata! Aku tak setinggi yang kukira. Dan, ia tak sependek yang kukira.

Komentar

Postingan Populer