Kupu-kupu Malam



Akhirnya, kedua sayapnya telah mekar dengan sempurna di balik punggung. Gadis itu lantas menatap langit yang kelam tanpa sinar rembulan. Taburan bintang seperti serbuk gula yang berpencar di atas roti. Perjalanannya malam ini sedikit gelap. Tapi, tak mengapa. Kerlip bintang pun sudah cukup baginya.

Dia mulai mengepakkan sayapnya. Tubuhnya agak menunduk. Angin yang dia hasilkan menampar tanah. Menyemburkan debu-debu ke sekelilingnya. Dengan satu hentakan, kakinya meninggalkan tanah yang dipijak. Dia melayang. Tubuhnya mengapung di udara.

"Aku terbang! Aku terbang!" serunya kegirangan.

Dia naik semakin tinggi. Membawanya hingga melampaui tinggi pohon di sekitar jalanan.

Orang-orang yang kebetulan melihatnya, terkagum. Mereka menengadah, memandangi gadis bersayap kupu-kupu itu terus-menerus, seolah ada tongkat yang menahan kepala mereka untuk menunduk.

"Dia terbang!"

"Kupu-kupu malam itu telah menjadi kupu-kupu sungguhan!"

"Dia telah bebas!"

"Tentu dia lebih layak dikagumi sekarang!"

"Tidak. Orang akan tetap mengenangnya sebagai kupu-kupu malam!"

"Tidak bisakah itu dilupakan?"

"Tidak. Tidak bisa!"

"Kenapa?"

"Keburukan lebih cenderung diingat dibanding kebaikan."

"Kok begitu?"

"Entahlah. Bukankah itu sudah sering terjadi!"

Sementara orang-orang itu berdebat, gadis bersayap kupu-kupu itu terus terbang tinggi. Meninggalkan mereka. Menjauh. Dan bebas.

Desau angin mengaburkan gunjingan-gunjingan itu. Tak terdengar olehnya.

Komentar

Postingan Populer