Waktu Berjalan Mundur


Seharusnya waktu menghentikan lajunya sekarang juga, kemudian berangsur-angsur mundur dan mundur ke masa lalu: sedetik, semenit, sejam, sehari, seminggu, sebulan, setahun, hingga berabad-abad sebelumnya. Andaikan itu sungguh terjadi, akan ada banyak kejadian ganjil tentunya: Kita akan bisa melihat orang-orang berjalan mundur; mobil, motor, becak dan kereta api melaju ke belakang; dan adegan di salah satu film Warkop yang menampilkan sebuah pesawat yang terbang mundur, akan sering terlihat dan kemudian akan dianggap lazim.

Hal paling menggelikan, bila waktu benar-benar mundur, adalah proses pencernaan, khususnya, manusia. Mereka akan makan tahinya sendiri lewat anus. Maksudku, kotoran yang semula di waktu yang maju terlanjur dikeluarkan, akan masuk kembali ke usus melalui anus. Seolah-olah anus tengah melahapnya. Dari usus, kotoran itu akan menggeliat naik ke lambung dan menjadi makanan lumat hasil kerja rahang. Kemudian, makanan lumat tadi mendaki dinding kerongkongan untuk kembali mendapat bentuk utuhnya di rongga mulut. Makanan itu lalu kembali ke wadah tempat ia dihidangkan. Proses berikutnya, tentulah gampang ditebak. Mereka akan jadi bahan mentah sebelum diolah dan sebelumnya dan sebelumnya.

Pertumbuhan manusia juga makhluk hidup lainnya akan dimulai dari mereka dewasa atau besar ke menjadi bayi atau kecil. Tua ke muda. Uniknya, kematian akan jadi awal dan kehidupan adalah akhir dari keberadaan suatu makhluk. Itu akan menjelaskan bahwa sesuatu menjadi tiada saat mereka mulai hidup. Mayat-mayat akan bangun dari kuburnya, dengan bonus mendapatkan daging dan kulit mereka kembali, untuk menjadi tiada di rahim induknya. Tanaman yang telah layu atau tumbang akan segar dan kokoh kembali untuk kemudian menjadi biji mungil lalu tiada. Pendeknya, dari mati ke hidup.

Lalu, sejarah akan menjadi masa depan yang mudah ditebak. Kejadian selanjutnya tentu saja akan mudah diprediksi. Tidak akan ada yang bertanya, bagaimana hari esok akan dimulai dan berlalu? Semua orang yang mengikuti perkembangan zaman akan tahu soal itu. Meski mengingat dan mampu menebaknya, mereka takkan bisa berbuat apa-apa untuk mengubahnya. Gerak mereka terkunci pada apa yang pernah mereka lakukan. Sebab perubahan sering kali membuat sesuatu menjadi tak terduga, dan itulah yang tak dimiliki oleh sejarah. Waktu yang mundur ke belakang bukan untuk mengubah sesuatu, melainkan hanya mengulang.

"Bila waktu benar-benar mundur, teknologi manusia akan mengalami kemorosotan?" tanyamu.

"Begitulah. Semua akan lenyap seperti sebelum ditemukan."

"Itu akan jadi membosankan."

"Bagian mana dari kehidupan ini yang tak membosankan?" kataku. "Lagi pula kemajuan teknologi tidak membawa manusia melangkah ke mana-mana. Hanya menjadikan kita pemuncak dari rantai makanan. Teratas dari teratas. Bahkan kita tak tahu kenapa kita ada."

"Baiklah, baiklah," katamu, sambil tersenyum menghibur. "Aku pun ingin waktu segera mundur. Setidaknya aku bisa melihat Steve Job hidup kembali--kamu tahu, bukan, dia sangat menginspirasi. Juga Kurt Cobain--ah, dia tampan sekali. Satu lagi, John Lennon."

"Untuk Steve dan Cobain, kamu mungkin saja bisa bertemu mereka. Tapi untuk John Lennon, kujamin kamu takkan bisa bertemu."

"Kenapa?" Kamu bertanya sesuatu yang tolol. Tentu saja ini membuktikan bahwa kamu tak benar-benar menaruh minat pada orang itu.

"Dia ditembak di tahun 1980. Masa itu kau masih berupa sel telur yang belum dibuahi."

"Sial sekali. Padahal, dia sangat terkenal."

"Apa pentingnya?"

"Memang tidak begitu penting. Aku juga tak tahu kenapa tiba-tiba membicarakannya. Aku cuma suka tampangnya yang kelihatan genius," katamu. "Baiklah, mari kita bicara soal laju waktu yang harusnya segera mundur. Kenapa kamu begitu menginginkannya?"

"Karena terus-terusan maju pun tak ada gunanya."

"Lalu bagaimana waktu akan kembali mundur?"

"Aku tidak yakin bagaimana itu bisa terjadi. Tapi setidaknya aku tahu apa yang akan terjadi."

"Barangkali Tuhan punya sebuah remote yang bisa mengatur waktu."

"Mungkin."

"Bagaimana bila kita curi benda itu?"

"Jika pun ada alat semacam itu, pasti Tuhan menyimpannya di tempat paling aman."

"Di mana tempat itu?"

"Tentunya bukan tempat yang diketahui oleh siapa pun."

"Berarti hanya Tuhan yang tahu?"

"Tentu saja."

"Tapi bisa saja tempat itu diketahui oleh siapa pun namun tak ada yang berani atau yang bisa ke sana. Para malaikat sangat patuh pada-Nya. Sementara iblis sudah dibuang ke neraka."

"Bisa jadi."

"Kira-kira di mana tempat itu?"

"Aku tak tahu."

"Mungkin di bawah ranjangnya."

"Ngawur. Tuhan tidak butuh ranjang. Tuhan tidak pernah tidur."

"Iya, lupa. Mungkin Tuhan menyimpannya di tempat yang tak pernah lepas dari pengawasannya. Tempat yang begitu dekat dengannya."

"Mungkin di bawah kursinya."

"Betul, di sana. Mari kita curi."

"Tunggu dulu."

"Tunggu apa lagi?"

"Tuhan pasti baru saja memindahkan remote itu."

"Lho kok bisa!"

"Iya, Dia Maha Mendengar."

Komentar

Postingan Populer