Hiu dan Buaya

Dahulu, terjadi pertarungan antara hiu dan buaya untuk menentukan siapa yang lebih hebat dan berkuasa. Pertarungan itu berlangsung selama berhari-hari dan tanpa memunculkan pemenang. Keduanya menyadari bahwa kekuatan mereka sebanding. Tidak ada yang lebih unggul dari yang lainnya.

Maka dibuatlah sebuah perjanjian di antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan berkepanjangan itu, yang menyebutkan bahwa hiu hanya boleh tinggal di lautan, sedangkan buaya hanya boleh tinggal di sungai. Mereka menyetujui perjanjian tersebut.

Tahun-tahun berlalu tanpa adanya pertarungan antara hiu dan buaya. Kehidupan berlangsung damai.

Hingga suatu hari, ada seekor mujaer tanpa sengaja tersesat di lautan—yang seharusnya bukan habitatnya. Di lautan itulah ia bertemu dengan si hiu yang sedang lapar. Si hiu yang belum pernah melihat ikan mujaer sebelumnya, merasa penasaran dengan ikan itu dan langsung melahapnya. Ketika ia mengunyah si ikan mujaer, mata si hiu berbinar cerah dan dari mulutnya keluar bunyi 'nyamm-nyamm' berkali-kali. Ia belum pernah makan ikan seenak itu. Ia ketagihan.

Si hiu lalu berusaha untuk menangkap ikan mujaer lagi. Namun setelah berenang ke sana kemari, menjelajahi tiap sudut lautan, ia tak menemukan seekor pun ikan mujaer. Ia menjadi uring-uringan karena nafsu makannya tak terpenuhi.

Ia lalu menemui kura-kura yang merupakan salah satu hewan laut tertua, untuk bertanya di mana ia bisa mendapatkan ikan mujaer. Dengan pengetahuannya yang luas, kura-kura menjawab bahwa ikan mujaer hidup di sungai, tempat kekuasaan si buaya.

Mendengar fakta tersebut, si hiu memutuskan untuk menunggu adanya ikan mujaer yang tersesat di lautan. Ia tak ingin melanggar perjanjiannya dengan si buaya.

Namun 'keinginan' selalu punya caranya sendiri untuk memaksa, dan itulah yang terjadi pada si hiu. Setiap hari ia selalu dihantui rasa ikan mujaer yang begitu menggiurkan itu, terus membayanginya bagai mimpi buruk yang tak mau hilang. Keinginan itu pun menjadi tak tertahankan. Sementara tak ada seekor pun mujaer yang tersesat ke lautan lagi.

Si hiu lalu memutuskan untuk pergi ke sungai.

Di sungai, si hiu tak mau ceroboh dan membuat perkara dengan si buaya—sekalipun apa yang dilakukannya sekarang sudah cukup memicu keributan. Ia hanya ingin menemui si buaya untuk berbicara baik-baik, agar ia diizinkan untuk mengambil beberapa ikan mujaer. Bahkan ia bersedia menukar beberapa ikan laut dengan ikan mujaer, jika itu diperlukan.

Namun, saat ia bertemu dengan si buaya dan mengatakan apa tujuannya kemari, si buaya langsung murka dan menganggap si hiu telah menginjak-injak harga dirinya dengan datang ke sungai. Si buaya menyuruhnya minggat dari sungai atau akan terjadi pertarungan sengit kembali.

Tak mau memperpanjang urusan, si hiu kembali ke lautan.

Namun keinginan untuk mengecap ikan mujaer sungguh tak tertahankan. Terus mengganggunya tiap hari.

Akhirnya si hiu memilih satu langkah nekat, yaitu mengalahkan si buaya dan menguasai sungai. Berpikir, bila cara halus tidak berguna, cara kasar mesti ditempuh. Ia pun mulai berlatih untuk menambah kekuatannya, demi meluluskan rencananya.

Setahun berselang, si hiu telah siap untuk bertarung melawan si buaya. Otot-ototnya jadi jauh lebih kuat dari beberapa tahun sebelumnya. Jurus-jurusnya jadi lebih ampuh dan mematikan. Gerakannya lebih gesit dan lincah.

Si hiu lalu berenang ke sungai dan menemui si buaya. Saat keduanya saling berhadapan, si hiu masih berbaik hati mengajukan tawaran agar ia diizinkan mengambil beberapa ekor ikan mujaer untuk dibawanya ke lautan. Namun dengan angkuhnya, si buaya menolak tawaran itu mentah-mentah dan berkata, bahwa ia lebih baik mati daripada si hiu mengambil ikan dari sungainya.

Pertarungan pun tak terelakkan. Sungai bergolak. Si hiu dan si buaya bergantian saling serang, saling hantam, saling gigit. Namun pertarungan sekarang tak seperti pertarungan sebelumnya yang berlangsung berhari-hari. Pertarungan hari itu selesai dalam waktu kurang sejam. Si buaya yang kini berperut tambun bukanlah tandingan sepadan bagi si hiu yang berotot dan lincah. Si buaya mati dengan tubuh penuh luka. Bangkainya mengambang tak terurus, terbawa arus, dan mulai dihinggapi lalat dan burung gagak.

Si hiu menyambut kemenangannya dengan suka cita. Ia lalu berburu ikan mujaer secara besar-besaran. Ia berenang ke sana kemari mengejar mangsanya sambil membuka mulutnya lebar-lebar, seolah hendak menelan seisi dunia. Ia melahap ikan-ikan mujaer hingga membuat perutnya gendut seketika, seakan ia baru saja menelan bulat-bulat gelembung udara raksasa. Akhirnya, keinginannya selama ini telah terbayar lunas.

Selama berhari-hari, si hiu tinggal di sungai dan terus makan ikan mujaer demi memuaskan nafsu makannya. Namun setelah seminggu berselang, ia merasa kalau rasa ikan mujaer yang jadi kegemarannya itu, kini tak lebih seperti ikan pada umumnya yang pernah dimakannya. Ia merasa bosan makan ikan itu. Bahkan ia mulai rindu makan ikan-ikan laut.

Esoknya, si hiu akhirnya kembali ke lautan dan berburu ikan-ikan di sana. Saat melahap ikan-ikan yang baru ditangkapnya, matanya berbinar seakan-akan ia baru saja mengecap makanan paling lezat di seluruh lautan.

Komentar

Postingan Populer