We Were Liars (Para Pembohong)


/1/

Sampul warna biru yang menawan dengan gambar empat orang remaja—seorang gadis mendekam di atas karang sambil memeluk lutut, sementara tiga lainnya, satu gadis dan dua pemuda, terjun ke laut. Sangat menggoda.

Penasaran, saya meraih buku itu dari meja pajangan, dan membaca blurb yang tertulis di sampul belakang:

Keluarga yang menawan dan disegani.
Pulau pribadi.
Gadis cerdas yang risau; pemuda politis yang penuh semangat.
Empat sahabat—Para Pembohong—dengan pertemanan yang kemudian menjadi destruktif.
Kecelakaan. Rahasia.
Cinta sejati.
Kebenaran.

Terlintas di pikiran saya, bahwa novel ini akan berkisah tentang seorang gadis yang bertemu dengan seorang pemuda, yang kemudian mendapat kendala untuk bersatu. Khas cerita teenlit yang kurang saya minati, mengingat usia saya tak lagi muda.

Baru setelah saya membaca beberapa halaman awal—beruntung saya diperbolehkan petugas toko untuk mengintip buku itu—saya merasa tertarik. Sehingga tanpa ragu untuk membelinya.

Dan mencengangkan sekali, buku setebal hampir 300 halaman ini, mampu saya tuntaskan dengan cepat dan lahap. 

Di awali dengan perkenalan yang disampaikan oleh Cadence tentang keluarga Sinclair. Harris Sinclair, sang kepala keluarga, memiliki tiga orang putri bernama: Penny, Bess, dan Carrie, yang semuanya gagal dalam pernikahan. Keluarga tersebut memiliki sebuah pulau pribadi, bernama Beechwood, tempat mereka menghabiskan musim panas. Terdapat empat rumah di sana: 1). Windemere, untuk tempat tinggal Penny; 2). Cuddledown, untuk tempat tinggal Bess; 3). Red Gate, untuk tempat tinggal Carrie; dan, 4). Clairmont, yang merupakan tempat tinggal Harris dan istrinya, Tipper.



Selanjutnya, Cadence bercerita tentang Para Pembohong yang beranggotakan empat orang, yaitu: dia sendiri, Johnny Sinclair, Mirren Sinclair, dan Gat—cowok keturunan India yang merupakan keponakan dari Ed, kekasih dari Bibi Carrie.

Mereka dijuluki Para Pembohong oleh keluarga Sinclair di musim panas kedelapan, tepat ketika Gat kali pertama datang di pulau pribadi Beechwood, untuk menghabiskan musim panas.

Cerita langsung meloncat jauh. Di musim panas keempat belas, Cadence dan Gat mulai saling jatuh cinta. Namun Cadence, selaku penutur cerita, merasa masih terlampau muda, tidak menganggap kedekatan mereka sebagai hubungan cinta.

Sebelum musim panas kelima belas, Granny Tipper, sang nenek dari keluarga Sinclair, dikabarkan meninggal dunia karena gagal jantung. Hal itu mengubah banyak hal. Membuat Clairmont, rumah yang dihuninya bersama Granddad menjadi hening. Membuat semuanya sedih, meski mereka terus berusaha menutupi dan enggan membahas tentangnya selama musim panas kelima belas, yang sudah merupakan sifat mereka untuk ingin terlihat tegar dan normal. Seolah-olah kesedihan semacam itu tak memengaruhi mereka.

Bersikaplah normal, katanya. Sekarang  juga, katanya.
Karena kau memang normal. Karena kau bisa menjadi normal.
—pernyataan Penny pada Cadence saat suaminya pergi. Mencerminkan salah satu sifat keluarga Sinclair.

Hanya Gat yang pada satu makan malam bersama, yang dengan lancang membahas soal Granny Tipper. Namun topik itupun segera dialihkan oleh Johnny.

Di musim panas kelima belas inilah, banyak kejadian penting terjadi. Soal pertengkaran para bibi yang memperebutkan warisan. Hingga akhirnya, para bibi berusaha memanfaatkan anak-anak pertama mereka—Cadence, Johnny, Mirren—untuk membujuk Granddad, kepala keluarga Sinclair, yang sok kuasa dan keras kepala, supaya berpihak ke salah satu bibi. Namun, Cadence, Johnny dan Mirren, memberontak. Enggan menurut. Hingga akhirnya, mereka, Para Pembohong, merencanakan sesuatu yang berakibat fatal—Gat juga ikut bergabung lantaran muak dengan sikap Harris.

Di musim panas kelima belas pulalah, Cadence mengalami kecelakaaan—seperti yang dikatakan Cadence di awal: “Kau bisa mengartikannya sebagai mengalami, tapi itu juga tidak sepenuhnya benar" (di akhir cerita kalian akan tahu maksudnya itu). Pada satu malam, ia ditemukan tengah berenang sendirian di pantai kecil, hanya dengan menggunakan kamisol, bra, dan pakaian dalam. Dan berdasarkan perkiraan Cadence sendiri, ia menganggap kepalanya terbentur batu karang. Sehingga, di musim panas selanjutnya, ia menjalani perawatan, dan terpaksa absen berkunjung di Beechwood.

Akibat kecelakaan itu, ia mengidap Cedera Otak Traumatis, yang membuatnya mengalami amnesia selektif. Beberapa ingatannya soal musim panas kelima belas, terutama sebelum ia mengalami kecelakaan, hilang. Berkali-kali ibunya memberitahu tentang apa yang terjadi, berkali-kali pula ia akan melupakannya.

Dan, di musim panas ketujuh belas, Cadence datang ke Beechwood, demi mencari ingatannya yang hilang. Ia mesti berusaha sendiri lantaran tidak satu pun yang membantunya untuk kembali mengingat semuanya, termasuk Para Pembohong.

/2/

Menurut saya, buku ini sangat menarik. Benar-benar memuaskan. Terutama bagi kalian yang butuh bacaan yang menghibur.

Pujian dari New York Times Review, yang mengatakan bahwa novel ini memiliki plot yang dahsyat memang sulit untuk dibantah. Kenyataannya, novel ini, memang benar-benar memiliki plot yang luar biasa dan bakal sulit untuk menebak ending-nya.

E. Lockhart piawai menggabungkan kejadian-kejadian pada masa sebelum Cadence kecelakaan, dengan suatu kejadian yang merupakan hasil rekaan atau khayalan Cadence. Ia menaburkan beberapa petunjuk atau clue yang akan memunculkan ending-nya, di sepanjang cerita dengan cara yang tak biasa. Misal, melalui reaksi-reaksi para tokohnya saat berhadapan dengan Cedence. Beberapa contohnya, misal, saat Granddad memanggilnya Mirren; saat Bibi Carrie bingung dengan apa yang dibicarakan Cadence ketika ia bertanya soal Johnny; juga mengapa Gat tidak pernah menghubunginya ketika Cadence sakit; dan mengapa Johnny dan Mirren tidak pernah membalas e-mail yang dikirimnya. Juga banyak clue-clue lainnya yang mesti teliti kita dapati bila tidak ingin terjebak dengan ending yang dibuat oleh si penulis.

Satu hal yang juga saya sukai dari novel ini, adalah hadirnya dongeng-dongeng dengan sudut pandang berbeda, di beberapa fragmen. Yang berfungsi—barang kali—membantu kita memahami kejadian yang dihadirkan sebelumnya atau kejadian setelahnya.

Patut dipuji pula, cara E. Lockhart dalam bercerita. Lebih-lebih ketika ia menggambarkan bagaimana perasaan Cadence saat menghadapi sesuatu yang sukar. Misal:

Lalu dia mengeluarkan pistol dan menembakku di dada. Saat itu aku berdiri di halaman rumput, dan aku jatuh. Lubang peluru terbuka lebar dan jantungku seolah berguling keluar dari rangka tulang rusukku lalu menggelinding ke hamparan bunga. Darah mengalir berirama dari lukaku yang terbuka,
lalu dari mataku,
telingaku,
mulutku.

Rasanya seperti garam dan kegagalan. Rasa malu yang besar dan berwarna merah karena tdak dicintai membasahi rumput di depan rumah kami, batu bata di jalan setapak, anak tangga ke teras. Jantungku menggelepar-gelepar di antara bunga peony seperti ikan trout yang keluar dari air.

—yang dirasakan Cadence saat ayahnya meninggalkannya dan ibunya.

Agak berlebihan mungkin—atau puitis—namun hal itu merupakan sesuatu yang baik dan saya menyukainya. Tidak salah bila John Green juga ikut memuji buku ini.

Jangan khawatir soal penokohan. Menurut saya, si penulis sudah berhasil menggambarkan beberapa tokoh pentingnya, baik melalui dialog sang tokoh maupun melalui narasi.

Barangkali ada dari kalian yang bakal penasaran bagaimana ending-nya. Sejujurnya, saya tak keberatan untuk mengatakannya di sini, namun mengingat buku ini tidak bakal seru bila saya mengatakan ending-nya, terlebih, di sampul belakang si penulis (atau penerbit) sudah mewanti-wanti pada pembaca: "Dan jika ada yang bertanya bagaimana akhir cerita ini, JANGAN BERITAHUKAN." ;maka saya memutuskan untuk urung melakukannya.

Bakal berdosa sekali saya kepada kedua pihak, yaitu: pada si penulis, lantaran saya gagal menjaga amanahnya; juga pada pembaca, karena merebut kesempatan untuk berseru-seruan menebak akhir cerita.

Sedikit yang bisa saya beritahu, bahwa sampul depan novel ini mencerminkan akhir ceritanya.

SELAMAT MEMBACA

Komentar

Postingan Populer