Perspektif

(sumber gambar: pixabay.com)
Suatu hari, ada seorang gadis berkunjung ke sebuah kota. Di sana, ia menginap di sebuah hotel yang tinggi mencakar langit, dan menempati sebuah kamar di lantai 70.

Kamar itu memiliki jendela yang menghadap langsung ke sebuah gunung yang letaknya cukup jauh dari hotel tersebut. Saat kali pertama sampai di sana ia sempat berdiri di dekat jendela, memandangi gunung itu, dan bertanya-tanya, apakah tinggi gunung itu lebih rendah dari tinggi hotel tempat ia menginap. Sebab, bila ia melihatnya dari jarak ini, gunung itu tampak lebih pendek.

Anehnya, tiba-tiba ia ingin memastikannya secara langsung.

Maka, ia segera menelepon sebuah agen perjalanan, bermaksud menyewa jasa mereka untuk memandunya mendaki gunung itu. Agen perjalanan tersebut menanyakan beberapa hal. Salah satunya, apakah ia sudah pernah mendaki sebelumnya? Ia menjawab, ini akan jadi pengalamannya yang pertama.

Sang agen terdengar mendenguskan napas di ujung sambungan, dan mulai berceramah panjang lebar tentang segala hal yang mengarah pada satu topik: bahwa pemula tak seharusnya naik gunung setinggi itu.

Gadis itu tidak peduli dan bersikeras untuk melakukan pendakian apa pun risikonya. Bila perlu, ia akan membayar dua kali lipat. Uang bukanlah masalah baginya.

Kagum akan tekad si gadis, sang agen pun setuju. Gadis itu senang mendengarnya.

Keesokan pagi, ia dijemput oleh sang agen. Ia tidak perlu membeli peralatan pendakian. Sang agen sudah menyiapkan untuknya. Mereka lantas berangkat ke tujuan.

Sampailah mereka di kaki gunung. Sebelum melakukan pendakian, sang agen memintanya menandatangani beberapa dokumen yang berisi bahwa pihak agen tidak bertanggung jawab bila terjadi sesuatu pada si gadis. Gadis itu menandatangani dokumen-dokumen tersebut tanpa ragu.

Sesudah itu, mereka mulai mendaki.

Butuh waktu seminggu untuk sampai ke puncak gunung. Pendakian itu, seperti yang dikatakan oleh sang agen, amatlah sukar. Beberapa kali ia terperosok karena salah berpijak atau akibat dari letih di kakinya. Tiap malam ia menggigil kedinginan, hampir membeku. Napasnya sering ngos-ngosan lantaran menipisnya oksigen. Kelelahan terus menghajarnya tanpa ampun. Namun semua upayanya itu terbayar lunas dengan sampainya ia di puncak gunung.

Begitu berada di puncak gunung, ia melihat ke arah perkotaan, dan berusaha menemukan hotel tempatnya menginap, yang merupakan gedung tertinggi di kota itu.

Mudah saja baginya untuk menemukan gedung itu, saking tingginya gedung itu dibanding gedung lainnya. Namun, di sini, di puncak gunung, gedung tersebut terlihat kecil dan pendek. Ia pun bertanya-tanya, apakah gunung ini lebih tinggi dari gedung itu.

Ini membingungkan baginya. Ia pun lantas bertanya pada sang agen: "Menurutmu, manakah yang lebih tinggi? Gunung ini ataukah gedung itu?"

Sang agen menjawab, kalau gununglah yang lebih tinggi.

"Tapi, saat aku melihat gunung ini dari ketinggian tertentu dalam gedung itu, aku pikir gunung ini lebih pendek dari gedung itu. Dan berubah jadi sebaliknya, ketika aku melihat gedung itu dari puncak gunung ini."

Sang agen tersenyum. "Ini hanya soal perspektif," katanya. "Jarak dan mata memang bisa menipu."

Komentar

Postingan Populer