Terpujilah Keanekaragaman Wajah
Ingatan saya cukup lemah bila dipakai untuk menghafal nama orang-orang yang baru saya kenal.
Pernah satu kali, ketika saya berkunjung di Jogja, demi menghadiri ulang tahun Kampus Fiksi, peristiwa semacam itu sering terjadi. Saya yang mesti menginap di asrama Kampus Fiksi, untuk mengirit ongkos, bertemu banyak orang dari kota-kota yang berbeda. Sesekali, saya berkenalan dengan beberapa dari mereka, saling menjabat tangan dan menyebutkan nama. Namun, satu-dua menit kemudian saya benar-benar lupa siapa nama orang yang baru kuajak berkenalan tadi dan masih mengobrol bersama saya saat ini atau esoknya. Saya masih bisa mengingat wajahnya, bahkan itu pekerjaan paling gampang buat saya, hanya saja saya cenderung gagal bila mesti menyebutkan siapa nama orang itu.
Sebagai salah satu solusinya, saya hanya memanggil mereka mas atau mbak. Namun sedikit merepotkan bila mereka tengah jauh, dan saya ingin menceritakan orang itu ke orang lain. Tidak sopan rasanya bila saya memanggil seseorang, misal, dengan sebutan: Mas Rambut Jagung atau Mbak Gendut Berkacamata Silinder.
Namun, saya merasa beruntung, ketika saya tahu, saya bukan satu-satunya yang mengalami hal demikian. Nyatanya, banyak orang yang mengaku lupa nama seseorang yang baru semenit lalu dikenalnya, ketika saya menceritakan pengalaman saya itu.
Tetapi, hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan di otak saya. Bagaimana hal semacam ini bisa terjadi? Mungkinkah ini arti dari pepatah yang pernah dikatakan oleh Shakespeare: Apalah arti sebuah nama? Toh dengan saling mengenal wajah pun kita bisa mengobrol, masih bisa bercengkerama menjalin keakraban.
Dari sini, saya bersyukur pada Tuhan telah menciptakan wajah yang berbeda-beda, sekalipun tidak memungkinkan ada satu-dua yang agak mirip. Namun saya tetap merasa itu sesuatu yang patut disyukuri. Bayangkan bila semua orang memiliki wajah serupa identik, maka akan lebih sulit lagi saya mengenali seseorang.
Terpujilah keanekaragaman wajah. Heuheuheu....
Komentar
Posting Komentar