Kaset Lama

Kita semua lebih mudah dipersatukan oleh kesedihan ketimbang kebahagiaan. Perang-perang yang pernah terjadi di seluruh dunia lebih didasari karena prajurit-prajuritnya menanggung kesedihan yang sama alih-alih mengejar kedamaian.

Perdamaian tak pernah ada. Ia hanyalah perang yang tertunda.

***

Jempol kakiku terasa ngilu pagi ini karena aku tak sengaja menendang kaki meja saat berjalan sambil masih mengantuk ke kamar mandi. Tempurung kukunya retak, di ujung jari terdapat luka sedikit berdarah mengintip. Tidak perlu pertolongan pertama. Tidak perlu perban, obat merah, ataupun plester penyembuh luka. Cukup: "Ah, nanti juga sembuh sendiri."

Tapi memakai kaos kaki dan sepatu akan jadi siksaan.

***

Aku dan salah satu mantan pacarku dulu bertemu di angkot. Ia bekerja di jalan a, aku bekerja di jalan b yang menjadi trayek dari angkot tersebut. Pertama kali aku melihatnya, aku mendapat kesan ia kelewat rapi dan formal. Apa ia bekerja di kantor? pikirku. Dan memang benar, ia adalah pegawai pemasaran di perumahan elit. Aku kebalikannya. Aku memakai kemeja tartan dan celana jins, memakai sneaker, lebih mirip anak kuliahan yang terlambat lulus. Ia punya leher yang jenjang dan pada masa-masa kedekatan kami dulu, aku menjulukinya jerapahku. Lehernya adalah bagian yang paling aku sukai. Seringkali aku memeluknya dari belakang dan mengecup leher jenjangnya itu.

"Apa kesanmu saat kali pertama melihatku?" tanyaku.

"Apa ya?" Ia tampak berpikir sejenak. "Tukang parkir yang oke."

"OOO..."

"Gitu doang?"

"Perkiraanku lebih buruk dari itu."

"Apa?"

"Aku pengen kamu nyanyi," kataku seraya mengecup lehernya.

"Ngeles ..."

"Iya."

***

"Kamu suka lagu apa?"

"Lagu yang kamu suka."

"Aku suka Katy Perry."

"Aku juga."

"Lagunya yang mana?"

"Yang bagus."

"Semuanya bagus."

"Kalau sudah nge-fans semuanya bagus, ya."

"Yang mana?"

"Apa saja boleh."

"Kamu tahu Katy Perry enggak sih?"

"Enggak."

***

Lima kartu yang diletakkan di tengah meja belum juga ada yang dibalik tetapi ada salah seorang pemain melakukan all-in, pertaruhkan semuanya. Aku belum tahu peluang kartu di tanganku, bahkan di tangannya. Kartu di tangan bisa saja memang kelihatan oke, tapi tak ada artinya kalau tak membentuk pola apa pun dengan kartu di tengah meja.

Aku pilih: FOLD.

***

"Kalau kamu bisa balik lagi ke masa lalu buat memperbaiki kesalahanmu, kamu mau balik ke mana?" tanya seorang teman kencanku yang lagi duduk di depanku. Aku melihatnya lebih saksama, mengira-ngira apa aku sedang berkencan dengan seorang psikolog.

"Tunggu," balasku. "Aku mikir dulu."

Hidup tentang sebuah sistem. Sistem tak berjalan seperti itu. Kau tidak bisa balik ke masa lalu untuk menghapus masalah yang bakal terjadi di masa depan. Aku tidak sedang membicarakan tentang kemustahilannya, tapi kau tahulah, masalah selalu datang. Satu lenyap yang lainnya muncul. Lebih baik kau berdamai dengan masalah yang sudah kau buat sebelumnya dan mencegahnya terulang kembali. Begitu saja.

"Aku mau balik di tahun 20XX," jawabku. "Tanggal ini."

"Mau ngapain?"

"Aku mau nyanyi lagunya Katy Perry."

"Sedihnya di mana?"

"Enggak ada."

Komentar

Postingan Populer