Wajah yang Berantakan

(Sumber gambar: www.tandapagar.com)

Satu kali, seorang gadis tengah berjalan-jalan di hutan terlarang. Ketika menyelam lebih jauh ke dalam hutan, ia mendapati sebuah danau dengan air yang teramat jernih, sehingga ia bisa menggunakannya untuk bercermin. Ia bisa melihat wajah cantiknya—yang merupakan komposisi dari hidungnya yang mancung, bibir merahnya yang ranum, lesung pipit yang akan menyembul ketika tersenyum, dagunya yang lancip, juga sepasang bola yang berbinar cerah menyiratkan semangat—yang terpantul di permukaan air. Dan ia gembira dengan wajahnya yang bisa secantik ini.

Tergoda akan kejernihan air danau itu, ia menenggelamkan kedua tangannya yang lalu membentuk mangkuk untuk menampung air, dan menyiramkannya ke wajah. Membuat pantulan wajahnya di permukaan air, buyar. Berantakan. Kulit wajahnya memperoleh kesegaran. Ia sampai terpejam lantaran terbuai dengan kesejukannya.

Namun tiba-tiba ia menjerit begitu membuka mata, melihat pantulan wajahnya di permukaan air. Wajahnya terlihat berantakan. Segala organ yang menyusunnya berada di tempat yang tidak semestinya. Hidung mancungnya yang mestinya berada di tengah wajah, kini berada di dahinya, melintang dengan kedua cupingnya menghadap di kanan. Mata kanannya kini berada di sisi kiri dengan posisi sedikit miring. Bibirnya mengambil tempat di mana mata kanannya dulu berada. Sementara, mata kirinya menggantikan tempat di mana mulutnya dahulu berada.

Awalnya ia mengira ini hanya ilusi. Namun ketika ia meraba wajahnya, ia yakin ini nyata. Benar-benar terjadi padanya. Ia semakin panik.

Berangsur-angsur ia merasa tenang, ketika ia kemudian berpikir kalau sekarang bukan waktunya untuk panik. Ia harus memikirkan cara untuk mengembalikan organ-organ di wajahnya itu, berada di posisi semestinya.

Ia lalu mendapat ide untuk membasuh mukanya kembali seperti sebelumnya. Bukankah ini semua terjadi, seusai ia membasuh mukanya dengan air danau ini—pikirnya.

Ia lalu kembali menggayung air dengan kedua tangannya tepat di mana pantulan wajahnya mengambang, dan menyiramkannya ke muka. Hasilnya seperti dugaannya, meski tidak sesuai harapannya. Letak organ-organ di wajahnya kembali berubah, namun masih belum berada di tempat seharusnya.

Ia kembali mengulanginya. Hingga puluhan kali. Hingga wajahnya pucat mengkerut karena terlalu sering terkena air. Barulah di percobaan keseratus ia cukup berhasil membuat wajahnya kembali seperti semula.

Organ-organ di wajahnya, memang berada di tempat semestinya. Hanya saja agak kurang pas, seperti: letak kedua matanya yang sedikit lebih rapat; hidungnya yang kurang turun beberapa senti lagi; dan bibirnya yang terbalik.

Ia sangat ingin mencoba membasuh mukanya lagi. Berharap wajahnya bisa lebih baik lagi. Namun ia ragu. Mengingat baru di percobaan keseratuslah letak organ-organ di wajahnya itu lumayan benar. Meski tidak tepat.

Ia takut bila ia mencoba sekali lagi, wajahnya itu akan kembali berantakan, dan ia mesti bersusah payah membasuh mukanya untuk mencapai hasil seperti sekarang. Terlebih, ia sudah sangat lelah dan hampir putus asa.

Tetapi, dalam hatinya, ia sangat ingin mencoba.

Dengan agak gemetar—entah lantaran kedinginan atau ketakutan atau keduanya—ia menenggelamkan kedua tangannya, seraya berusaha untuk tidak mengaburkan pantulan wajahnya di permukaan air. Usai terendam sempurna, kedua telapak tangannya menyatu membentuk mangkuk tepat di bawah pantulan wajahnya. Sedikit ragu, ia mulai mengangkat kedua belah tangannya itu. Matanya terpejam gelisah.

Tangannya makin terangkat, hingga akhirnya naik ke permukaan. Namun bukan untuk membasuh muka. Kedua tangannya itu berpisah sebelum sampai di permukaan. Ketakutan telah mengalahkannya. Keputusasaan berhasil mematahkannya. Ia bangkit dari duduknya, lalu pergi, menjauhkan wajahnya dari danau itu. Pulang.

Ia pikir, wajah yang tampak agak aneh, lebih baik dibandingkan dengan wajah berantakan yang bakal terlihat sangat aneh. Meski ia belum mencobanya sekali lagi—atau sedikit lagi—demi membuat wajahnya kembali seperti semula—dengan risiko berhasil ataupun gagal.

Lagipula, untuk siapa ia bakal berdandan. Toh ia tak akan bisa keluar dari hutan terlarang itu.

*****

Komentar

Postingan Populer