Jangan Mudah Menyerah Pada ...


Saya pikir bahwa segala sesuatunya harus diletakkan pada wadah yang seharusnya. Misal, sebuah topi tidak seharusnya dipakai untuk membungkus kaki; ia harus diletakkan di kepala, di tempat semestinya. Begitu pula sebaliknya, sepatu tak pantas dipakai di kepala. Itu menyalahi kodrat namanya.

Ini tidak hanya berlaku bagi benda semata. Bisa juga berlaku bagi nasihat-nasihat yang dicurahkan dari mulut orang-orang bijak.

Sebagai contoh, bolehlah kita ambil sebuah petuah yang berbunyi: Jangan mudah menyerah.

Kata 'menyerah' dalam petuah itu, cenderung sekali kita maknai sebagai 'kalah' atau 'mengalah'. Sehingga, seolah-olah, kita digiring, diajak, dipacu, agar memenangkan sesuatu atau mengalahkan sesuatu.

Petuah itu cocok bila diucapkan saat kau sedang menggarap sesuatu, misal menulis naskah, tetapi mengalami hambatan di tengah perjalanan, yang membuatmu berpikir untuk mengakhirinya alih-alih menyelesaikannya hingga tuntas. Agaknya, dengan mengucapkan petuah itu secara mantap, baik secara lisan ataupun dalam hati saja, diiringi dengan penuh keyakinan dan pasokan semangat yang melimpah, kemungkinan kau akan kembali melanjutkan pekerjaanmu itu, meski terasa berat dan merepotkan.

Begitu pula, bila kau tengah berlomba, misal lari marathon, kau agaknya perlu mengucapkan petuah itu, dan menanamkan dalam hati: "Jangan mudah menyerah! Aku bukan orang yang mudah dikalahkan! Yeah!"

Barangkali, setelah kau mengucapkannya, tiba-tiba kau punya kekuatan lebih untuk berlari hingga garis finish sekalipun otot-otot kakimu sudah pegal. Menjadikanmu serupa kuda yang berlari lesat.

Tetapi, petuah ini tidaklah cocok bila kau ucapkan saat kau berada di tengah kemacetan dan ingin cepat sampai tujuan, yang membuatmu harus saling mendahului, salip sana-sini. Konyol sekali bila kau katakan petuah itu saat menerabas lampu kuning, demi menghindari nyala lampu merah. Selain membahayakanmu, perilaku macam itu juga membahayakan orang lain. Sungguh menyebalkan!

Ada pula yang lebih aneh lagi, adalah ujian demi menentukan siapa yang layak mendapat beasiswa. Rasanya amat menggelikan, saat melihat banyak orang berkumpul dalam satu ruangan, dan berpikir untuk mengalahkan sebagian orang lainnya, agar mereka bisa masuk list penerima beasiswa. Pemberian ranking satu-dua-hingga-sepuluh juga termasuk dalam hal menggelikan ini. Sebab, saya pikir, mencari ilmu bukanlah sebuah persaingan ataupun perlombaan, melainkan hak dan kewajiban tiap manusia. Sehingga, orang-orang tidak perlu berebut gelar atau unggul mengungguli satu sama lain. Apa iya orang lain gak boleh pintar, sehingga cuma kamu thok yang pintar, heh? Konyol sekali, Bung!

Dan, saya pikir, tidaklah layak seseorang mengucapkan petuah itu, agar mendapat semangat lebih demi menyisihkan atau mengalahkan orang lain di dalam sesuatu yang bukan perlombaan, seperti mencari ilmu yang berguna bagi peradaban dan diri sendiri. Lucu sekali, bukan, bila ada persaingan dalam kegiatan belajar-mengajar kita?

Kecuali, kau mengucapkan petuah: "Jangan mudah menyerah" itu, kala kau tengah dihinggapi kemalasan, yang membuatmu enggan tekun belajar. Sehingga, untuk menghalau rasa malas, dan menggantinya dengan semangat belajar, bolehlah kau mengucapkan: "Jangan mudah menyerah (pada kemalasan)."

Kala kau tengah terjebak di tengah kemacetan, dan membuatmu ingin mengamuk, meluapkan marah, bolehlah kau katakan: "Jangan mudah menyerah (pada kemarahan)." Itu bisa menahanmu bertindak ceroboh dan egois.

Ketika kakimu lelah untuk berlari, dan garis finish tinggal beberapa meter lagi, itulah saat kau meneguhkan hati dengan berkata: "Jangan mudah menyerah (pada rasa lelah). Tinggal sedikit lagi."

Saat naskahmu tak kunjung selesai, dan kau seolah hendak menyerah: "Jangan mudah menyerah (pada kepenatan). Aku bisa menyelesaikannya."

Semua itu berarti, haruslah jelas "siapa" musuhmu itu, sehingga kau tak boleh kalah darinya. Dan dalam hal ini, segala sifat buruk semisal malas, marah, dan lain-lain, juga semua ego yang ada pada dirimu, adalah yang layak jadi musuhmu.

Musuhmu bukanlah manusia lainnya. Tetapi kebanyakan adalah apa yang ada dalam dirimu. Itu yang perlu kau lawan.

Akhir kata, semoga tulisan ini bisa menjadi perenungan bahwa segala sesuatu perlu berada di tempat semestinya. Sehingga tidak menjadikanmu manusia yang tersesat.

Dan kita semua tahu, kesasar itu menakutkan. Saya bahkan sempat mewek waktu kali pertama mengalaminya. Heuheuheu...

Komentar

Postingan Populer