Kita (Cuma) Butuh Tidur



Pernahkah kau mendengar cerita tentang seorang putri yang sulit tidur hanya karena ada sebiji kacang hijau di bawah spreinya? Jika, kau pernah mendengarnya, dan kondisimu serupa denganku yang hidup sebagai kaum marginal, mungkin kau bakal terbahak mendapati kisah tersebut.

Aku tak terlalu mempersoalkan di mana aku akan merebahkan tubuh demi melepas kantuk. Sebab tubuh yang lelah dan menagih istirahat, tidak akan memberi waktu bagi otak untuk bermanja-manja, berpikir untuk mencari tempat yang nyaman. Dan itulah alasan, kenapa kisah itu menjadi lucu bagiku.

"Malam ini kita akan tidur di mana?" tanya kawanku di satu ketika. Saat itu kami sedang pergi ke Yogyakarta. Dan bus yang mengantar kami, sampai pada tengah malam di Terminal Giwangan.

"Ikut aku," kataku, keluar dari peron bus. Masuk ke ruangan dalam terminal. Lantas kembali keluar, menembus malam pekat dan bau pesing yang menyengat. Menuju parkiran motor. Ke musholla tempat para penumpang lainnya tengah tergeletak pula. Mungkin senasib dengan kami.

"Kita tidur di sini," kataku. Menurunkan tas ransel yang memberati punggung.

"Di sini?"

"Iya. Kenapa?"

"Banyak nyamuk."

"Tapi bukannya kamu lelah?"

"Sangat."

"Jadi, tak masalah dong?"

Kami lantas merebahkan tubuh. Menggunakan ransel kami sebagai bantal. Belum beberapa lama, sejak kami berbaring, kawanku sudah tertidur pulas. Dengan dengkur yang menyembur ke udara.

Aku masih belum bisa memejamkan mata. Bukan karena aku menuntut tempat lebih layak dari hamparan lantai musholla. Atau nyamuk-nyamuk yang mulai menusuk kulitku. Tetapi, sebab aku belum mengantuk. Aku tidak akan mengambil waktu tidur, jika belum membutuhkannya.

"Kau tidak tidur?" tanya temanku, saat ia terbangun sejam kemudian.

"Belum mengantuk," balasku. Singkat. 

"Ya, sudah. Aku tidur lagi." Kawanku itu lantas kembali meringkuk. Tenggelam dalam pasir tidur. "Kalau kau tak tidur, tolong jaga barang bawaan kita. Takutnya—whoaaaam—ada yang maling."

Aku cuma tersenyum. Tidak menjawab. Merogoh saku celana. Mengambil ponsel pintarku. Mencoba mendengarkan musik sembari membaca. Sial! Baterainya lemah. Lupa belum kuisi tadi. Kembali kumasukkan ponsel ke saku. Urung.

Aku kembali mengenyakkan tubuh di hamparan lantai musholla yang dingin. Tidak untuk tidur. Hanya untuk terjaga. Merenung. Lucu juga bila mengingat kisah putri itu.

Komentar

Postingan Populer