Kolam Renang

(Ben Loory)

Dalam perjalanan pulang selepas bekerja, seorang pria mampir di kolam renang untuk umum. Dia menghabiskan waktu di sana untuk menikmati gelak tawa, percikan air, dan suara kaki-kaki yang berkecipak. Dia berdiri di dekat pagar, mengamati semua itu.

Saat itulah dia melihat hiu.

***

Hiu! teriak pria itu, seraya melambaikan kedua lengannya. Hiu! Hiu! Hiu!

Semua orang berbalik dan melihat padanya—anak-anak, para orangtua, dan petugas jaga.


Itu sangat tidak lucu, ujar seorang wanita di dekatnya.

Aku tidak bercanda! seru pria itu. Ada hiu di kolam itu! Lihat, dia ada di sana!

Tetapi beberapa saat kemudian, dia jadi ragu. Bagaimana mungkin ada hiu di kolam renang itu? Tidak masuk akal. Lagi pula dia tidak lagi melihat tanda-tanda kemunculan hiu tersebut.

Untuk sejenak dia memastikannya lagi, lalu dia memutuskan untuk pulang setelah tidak mendapati apa pun.

Semua orang menatapnya saat dia beranjak pergi.

***

Malam harinya, pria itu tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan tentang hiu itu. Akhirnya, dia bangkit dan mengenakan pakaiannya dan memutuskan untuk kembali ke kolam renang tersebut.

Setibanya di sana, dia mendapati lampu-lampu di atas telah padam, dan pintu gerbang telah dikunci. Dia lalu memanjat pagar—dengan amat susah payah—dan mendarat di sisi lainnya.

Dia membungkuk diam di tepi kolam renang, menatap ke dalam kegelapan. Beberapa kali dia berpikir telah melihat sesuatu, tetapi tiap kali dia memastikannya kembali yang ada hanya riak air, tipuan cahaya.

***

Pagi harinya, dalam perjalanan menuju tempat kerja, pria itu mampir ke kolam renang itu lagi. Dia mendapati si petugas jaga sedang menyaring dedaunan di kolam. Kolam renang itu tampak tenang, sepi.

Pria itu berhenti di dekat pagar.

Apa kau pernah melihat sesuatu di sana? dia bertanya pada petugas itu.

Si petugas membalikkan badan dan melihatnya.

Apa yang kau maksud dengan 'sesuatu'? kata si petugas, curiga.

Aku tidak tahu, ujar pria itu. Seekor ikan mungkin?

Si petugas memiringkan kepalanya.

Kau orang yang kemarin, kan? kata si petugas.

Pria itu tampak gelisah.

Ya, kata pria itu.

Si petugas memperhatikan pria itu, dan berjalan mendekat.

Ini benar-benar aneh, katanya kemudian, seraya mengamati keadaan sekelilingnya, tapi kapan hari aku memang melihat sesuatu. Sesuatu yang tak seharusnya berada di sana.

Apa itu? kata pria itu. Sesuatu seperti apa?

Aku tidak tahu, kata si petugas sambil menggedikkan bahu. Hanya sesuatu.

Bagaimanapun, lanjutnya, jika suatu hari dia tiba-tiba muncul, kau tidak perlu khawatir, itu bukan urusanmu.

Dan si petugas membalikkan badan dan kembali bekerja.

Pria itu lalu beranjak pergi.

Tetapi sepanjang hari pria itu sibuk memikirkannya: Sesuatu macam apa yang dilihat oleh petugas itu? Dan apa maksudnya itu bukan urusanku? Seolah-olah siapa pun boleh mengabaikan keberadaan seekor hiu di kolam renang umum.

***

Malam harinya, pria itu kembali lagi ke kolam renang itu. Kali ini dia menaiki papan loncat. Dia membaringkan tubuhnya di sana hingga ke ujung, bertelungkup, ditundukkannya wajahnya menatap ke dalam kegelapan paling pekat.

Selama berjam-jam dia terus menatap ke bawah, selama berjam-jam dia terus mencari dan mencari, tanpa menemukan apa pun.

Hingga akhirnya, sebelum matahari terbit, pria itu melihat sesuatu.

Pria itu melihat monster.

Monster di bawah sana luar biasa besar—terlalu besar untuk dilewatkan begitu saja seperti sebelumnya. Tubuh monster itu berwarna hitam pekat dan bentuknya tidak beraturan, menelentang, memenuhi dasar kolam.

Celakanya, monster itu menatap pria itu—benar-benar menatapnya dengan lekat. Menatap dengan matanya yang hitam tanpa berkedip.

Monster itu terus menatap pria itu sepanjang waktu.

Pria itu dicekam ketakutan hebat. Bagaimana jika monster itu melompat, pikirnya, bagaimana jika monster itu menerkamnya. Dia akan lenyap—benar-benar lenyap—dia akan ditelan, dia akan mati.

Perlahan, dia mundur dari papan loncat yang dinaikinya.

Dia turun ke trotoar, lalu bergegas memanjat pagar dan melompatinya dan berlari menuju rumahnya. Di atasnya, lampu-lampu jalanan bersinar redup dan berkedip-kedip. Pria itu memejamkan kedua matanya sambil terus berlari.

Dia berharap pepohonan yang dilewatinya hanya sekadar pepohonan, dan angin yang berembus hanya sekadar angin. Dia juga berharap tanah yang dipijaknya hanya sekadar tanah.

Dia terus berdoa sepanjang perjalanan pulang.

Setibanya di rumah, pria itu menyalakan semua lampu. Kemudian dia pergi dan duduk di dapur. Dia duduk di sebentuk meja ditemani radio yang terus mengoceh sampai akhirnya matahari pagi itu terbit.

Tak lama kemudian, teror yang dirasakan pria itu berangsur surut.

Atau, paling tidak, sedikit berkurang.

Ada monster di kolam renang itu! Bagaimana dengan anak-anak? Bagaimana dengan anak-anak para tetanggaku? Setiap hari mereka berenang di sana! Mereka dalam bahaya! Dan tak satu pun dari mereka—atau orangtua mereka—mengetahui itu!

***

Pria itu lalu memulai sebuah kampanye untuk penutupan kolam renang tersebut. Dia memeriksa koran-koran tua di perpustakaan. Dia menemukan beberapa artikel mengenai kecelakaan di kolam renang tersebut yang mengakibatkan korban hampir tenggelam—juga sejumlah kematian karenanya.

Dewan kota mengadakan pertemuan dengan para penegak hukum di sebuah ruang sidang untuk membicarakan hal itu. Pria itu akhirnya memenangkan gugatan. Kolam renang tersebut dinyatakan tidak aman, dan akan ditutup segera.

***

Saat mereka akhirnya menguras air dari kolam tersebut, pria itu hadir di sana untuk menyaksikannya. Dan ketika ketinggian air makin surut dan surut, pria itu mengembuskan napas lega.

Tetapi ketika kolam itu hampir kering dan kosong, layaknya tempurung putih raksasa tanpa isi, pria itu tidak merasakan kemenangan, seperti yang diharapkannya. Malahan, dia merasa hampa, kesepian.

Apa yang salah? kata pria itu, seraya jatuh berlutut.

Apa yang salah? bisiknya. Tolong, beri tahu aku.

Kemudian, seiring datangnya malam, jawaban itu tiba.

Dia telah membebaskan monster. ******

-------------

CATATAN:

> Kisah ini bertajuk “The Swimming Pool” dan telah diterbitkan dalam koleksi cerita pendek karya Ben Loory yang berjudul Stories for Nighttime and Some for the Day terbitan Penguin USA di tahun 2011.

>> Ben Loory adalah seorang cerpenis AS yang bermukim di Los Angeles.

Komentar

Postingan Populer