Belajar dari Persahabatan Victor Frankenstein dan Igor

(Sumber gambar: screenrant.com)

Beberapa waktu yang lalu, saya habis menonton sebuah film berjudul "Victor Frankenstein". Film yang barangkali akan mudah ditebak isinya hendak bercerita soal apa: Tentang seorang dokter 'gila' genius yang berusaha melakukan terobosan medis berupa menghidupkan 'mereka' yang telah mati.

Dan film yang rilis tahun lalu ini pun menceritakan hal itu.

Jika dilihat dari IMDB-nya, film ini mendapat rating yang kurang bagus. Hanya hampir menyentuh angka 7, meski tampilan film ini tergolong ciamik. Namun, saya tak mempersoalkan perihal rating semacam itu. Pasalnya, ada juga film dengan rating kurang dari 7, tetapi saya menyukai dan amat mengaguminya, salah satunya: "Tomorrowland".

Dalam tulisan ini, saya hendak membahas pelajaran apa yang saya dapatkan dari sana. Ini semacam sejumput pencerahan yang tiba-tiba berpendar dalam otak. Menyentakkan sebuah kejutan listrik yang membuat saya makin memahami suatu hal.

Dalam film itu, mulanya, kalian akan menemukan sebuah adegan di mana seorang pria bungkuk tanpa nama yang bekerja sebagai badut di sebuah sirkus. Si pria bungkuk ini diperlakukan secara semena-mena oleh rekan-rekannya, bahkan menjadi bahan bullying dalam sebuah pertunjukan (mirip adegan menjahili orang-orang yang pernah ada di OVJ, dengan melibatkan penghancuran styrofoam). Ironisnya, banyak penonton yang tertawa atas pertunjukan itu.

Adegan berlanjut dengan kecintaan si pria bungkuk pada ilmu pengetahuan tentang anatomi hewan dan manusia. Ia mengamati setiap pergerakan otot, tulang dan organ pada manusia juga hewan, layaknya seorang dokter. Ia juga tekun mempelajari buku-buku tebal yang membahas perihal ilmu yang digandrunginya itu, sekalipun rekan-rekannya di sirkus tetap menganggapnya si bodoh tak berotak.

Namun, kehidupan si pria bungkuk yang sepi tanpa teman, berakhir sejak ia bertemu dengan Victor Frankenstein—seorang pria yang menyedot nanah yang menggumpal di punggungnya dan membuatnya tak lagi menjadi pria bungkuk, sekaligus yang memberinya nama Igor. Pertemuan mereka itu dijembatani oleh minat akan hal yang sama, yaitu: Ilmu anatomi tubuh.

Di rumahnya, Victor menunjukkan penemuannya pada Igor, berupa sepasang mata yang terendam dalam sebuah larutan entah apa namanya, yang bisa 'dihidupkan' kembali dengan mengandalkan arus listrik. Igor lantas berdecak kagum atas penemuan Victor tersebut, dan ia berkomentar, menunjukkan kelemahan dari penemuan itu dengan berkata: "Tapi kau merusak saraf-sarafnya, sehingga mereka tak bisa berkedip secara bersamaan."

Mendengar pendapat Igor, Victor langsung memuji kepintaran teman barunya itu dan mengizinkan Igor untuk membaca semua buku yang dimilikinya. Victor juga mengangkat Igor sebagai rekan kerjanya. Terlihat binar terang di mata Igor waktu mendengar itu. Ia merasa dihargai dan dianggap. Selanjutnya, mereka terus mengobrol dengan antusias demi menyempurnakan ciptaan mereka.

Dari sini, saya berpikir, betapa menyenangkan memiliki teman dengan minat yang sama. Kau bisa membicarakan apa yang telah kaupahami dan sukai, bersama orang yang juga mengerti tentang hal itu. Ini menambah keyakinan saya, bahwa sebenarnya tiada kategori introvert atau ekstovert bagi manusia. Yang ada hanyalah seseorang tidak mendapat lawan bicara sepadan, yang sama-sama mengerti dengan apa yang dibicarakannya. Atau, ia tidak mendapat orang yang tidak keberatan mendengarkan tanpa menganggapnya sebagai orang aneh sekalipun tidak ngeh

Hal ini seperti yang ditunjukkan pada sebuah adegan film ketika Victor dan Igor menghadiri sebuah pesta. Semeja dengan dua gadis cantik berpakaian elegan, Victor begitu menggebu-gebu membicarakan perihal pembuahan pada manusia yang menurutnya bisa dilakukan di luar rahim. Bagaimana ia begitu antusias meluncurkan serangkaian pendapat mengenai sperma yang bisa bergerak mencari ovum; serta kemungkinan menaruh hasil pembuahan itu dalam sebuah ember. Belum lagi ceritanya pada gebetan Igor, mengenai penemuannya yang dianggapnya bisa mengubah kematian menjadi kehidupan.

Sekalipun gadis-gadis itu masih bisa memaklumi segala ucapan 'tak lazim' dari Victor, dan berusaha untuk tak menganggapnya aneh; namun saya pikir hanya Igor-lah orang yang paling dibutuhkan Victor. Begitu juga sebaliknya. Sebab hanya kepada orang yang benar-benar mampu memahami pemikiran kitalah, kita bisa saling terbuka.

Komentar

Postingan Populer