Kilo Gram



Nama anak lelaki bertubuh besar dan kekar itu. Meski usianya baru tiga-belas tahun, tapi badannya sudah setinggi anak SMA.

Seluruh teman sebayanya takut padanya. Tak ada yang berani menantangnya berkelahi apalagi mengganggunya. Meskipun ada, si penantang akan dibuat jera dengan sekali pukulan; yang paling tidak, bisa mematahkan satu-dua tulang rusuk lawannya.

Seperti yang ia lakukan tadi pagi, pada kakak kelasnya yang menjahilinya dengan semena-mena. Kilo Gram membuat si kakak kelas meraung kesakitan sambil memegangi dada bekas pukulannya tadi menghantam.

Hal itulah yang menyebabkan ia diundang ke kantor guru BP, demi menerima teguran. Hal yang sudah biasa terjadi. Terlampau sering. Bahkan ia merasa bosan terus-menerus bertemu Pak Brain yang akan mengucurkan nasehat untuknya. Menyebalkan. Tapi ia harus menghadapi resiko dari perbuatannya itu.

"Kryeeeeeek!"

Terdengar pintu di belakangnya terbuka. Seorang pria paruh baya, dengan kacamata bertengger di hidung, masuk. Pak Brain.

"Ah, sudah kuduga itu pasti kau," kata Pak Brain seolah hafal betul siapa biang onar di sekolah. "Siapa lagi korbannya sekarang?"

Mulut Kilo Gram enggan bersuara. Ia hanya memandangi Pak Brain yang menuju kursi di belakang meja, yang lantas duduk dan memandangnya dengan seutas senyum tipis.

"Aku tidak tahu, di mana aku harus mencatat kesalahanmu." Pak Brain membalik tiap lembar buku siswa milik Kilo Gram. "Kau lihat, 'kan?" Ia menunjukkan lembar terakhir buku siswa itu. Sudah penuh tulisan.

"Anda tak perlu mencatatnya, Anda bukan malaikat yang harus mencatat setiap dosa manusia, 'kan?" kata Kilo Gram. "Cukup Anda jatuhi hukuman saja.  Lagi pula ibu saya juga sudah bosan membacanya."

"Baiklah, Gram," kata Pak Brain. "Kali ini apa yang telah kau perbuat?"

"Sama seperti yang sudah-sudah, saya mematahkan tulang rusuk seseorang."

Pak Brain menyilangkan tangan di depan dada. Mendengus.

"Sudah kuduga," kata Pak Brain. "Tapi kuharap kau punya alasan lain, kenapa kau melakukannya?"

Kilo Gram bungkam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Orang jahat harus diberi hukuman."

"Dengan memukulnya?"

"Tidak ada pilihan lain."

"Ada."

"Saya tidak mengerti."

"Apa kau percaya kedamaian sejati bisa tercipta?"

Kilo Gram tak menjawab. Ia mengalihkan pandangan pada jam dinding besar, yang menggantung di sisi kanannya.

"Kau percaya?" Pak Brain mengulangi pertanyaannya.

Kilo Gram mengalihkan pandangan pada Pak Brain. "Selama masih ada penjahat, tidak akan ada kedamaian sejati."

"Memang apa definisi dari penjahat?"

"Mereka yang melakukan kejahatan."

Pak Brain menyipitkan mata pada Kilo Gram. "Kalau begitu kau juga panjahat?"

"Saya tidak mengerti."

"Bukankah kau baru saja menyakiti seseorang? Itu juga kejahatan. Dan seperti katamu tadi, mereka yang melakukan kejahatan layak disebut sebagai penjahat."

"Memukul penjahat bukanlah kejahatan."

"Aku tidak peduli siapa yang kau pukul. Yang kutahu menyakiti seseorang juga merupakan kejahatan. Siapa pun dia."

Kilo Gram tercenung.

"Ini, simpan saja bukumu." Pak Brain melemparkan buku siswa ke Kilo Gram. "Aku tak membutuhkannya."

"Apa itu artinya saya dimaafkan? Tidak dihukum?"

Pak Brain tersenyum. "Bukan, kau harus membeli lagi buku yang baru di administrasi, agar aku bisa menuliskan hukuman buatmu."

Komentar

Postingan Populer